Senin, 25 Februari 2013

Srikaya

Hari ini seorang mas baik hati dikantor membawakan anak-anak dilantai 6 yang tak pernah berhenti kelaparan buah ini,



Sarikaya!Hasil tanaman dirumahnya. Wowwww. Terakhirkali saya makan buah ini adalah waktu saya masih disekolah dasar, jadi takjub bisa mencicip buah ini lagi setelah sekian lama dalam bentuk aslinya, bukan selai.

Buah ini populer sekali dalam bentuk selai, tetapi bentuk aslinya hampir tidak ditemukan di pasaran. Kenapa ya?

Additional note (March 1st, 2013):
 
Baru diberitahu bahwa ternyata selai srikaya bukan dibuat dari buah srikaya. Ternyata saya salah selama 23 tahun ini.Ihiks

Belum Menemukan Jati Diri (Dalam Menulis)

Jika menulis adalah karakter, maka saya saat ini adalah remaja labil awal belasan yang karakter tulisannya tidak konsisten, berganti-ganti dengan mudah tergantung bacaan dan kegiatan apa yang sedang mendominasi hari-hari saya. Karenanya jangan heran membaca tulisan-tulisan saya di sini.  

Saya mencoba meninjau tulisan-tulisan saya dan mencatat karakter-karakter yang pernah muncul dalam tulisan saya. Berikut hasilnya.



 Formal

Jika anda mendapati saya menulis esai panjang lebar membosankan, atau menulis sok bijaksana,  itu berarti saya sedang berada dalam mode formal. Saya tidak begitu suka karakter ini sebenarnya. Tapi ada saat-saat mode ini dibutuhkan, beberapa ide harus disajikan telanjang bulat seutuh-utuhnya tanpa menyajikan ruang untuk pembaca berinterpretasi.  Menulis skripsi misalnya. Untuk hal-hal yang bersifat formal tentu masih bisa dimaafkan.

Tapi tidak jarang saya membungkus sebuah ide yang seharusnya disajikan menarik dan tidak terlalu kaku, malah dengan EYD .  Saat-saat  si saya kering ide  bagaimana menulis dengan indah dan tidak cukup kreatif untuk merangkum poin-poin. Disaat seperti itu saya akan berakhir menulis panjang lebar membosankan. Saat seperti ini biasanya terjadi jika saya sedang bersikutat dengan hal-hal teknis dan tidak menyisihkan waktu untuk membaca hal-hal diluar itu.


Sentimentil

To be honest, this is the first character that growing in mine. Haha. Saya memulai menulis dengan membuat puisi-puisi dan tulisan-tulisan melankolis.Jaman SD. Hasil membaca Kompas edisi minggu, dan curi-curi membaca diari kakak yang sedang memulai cinta monyetnya. Ketika anak SD lain membuat pusi tentang keindahan alam atau keluarga atau pertemenan, saya membuat pusi cinta dan kegalauan hidup. Parahnya, masih berlanjut hingga sekarang. Haha.

Bukan tidak bagus sih sebenernya.  Ada beberapa hal yang memang harus disampaikan dengan cara “sentimentil”, sehingga lebih menarik, dan pesan dapat tersampaikan. Hanya saja jika tidak berhati-hati, bisa terperangkap dalam kegalauan tanpa tujuan.  Dulu saya menganggap menyalurkan kegalauan dalam tulisan dapat membantu saya untuk memindahkan kegalauan.  Tapi setelah saya perhatikan, energi negatif saya saat itu malah terperangkap dalam tulisan tersebut. Akibatnya, saya bisa saja mendadak sentimentil hanya gara-gara membaca kembali tulisan tersebut.  Lebih jeleknya lagi, jika energi tersebut menular kepada orang lain yang membacanya. Energi negatif memang tidak seharusnya diabadikan.

Tapi terkadang saya masih terlalu kekanak-kanakan


  Visual

Mode ini baru beberapa waktu ini saya coba terapkan, sejak saya mulai menyenangi bermain dengan lensa dan bayangan. The most favourite mode of me currently! Praktis, dan kaya pilihan. Sebuah objek bisa direkayasa agar menyampaikan beberapa pesan yang berbeda.  Satu image ditemani beberapa kata saja sudah cukup untuk menyampaikan sebuah pesan yang kuat. Jauh lebih cepat daripada hanya menggunakan tulisan. Tetapi bagi saya, dibutuhkan kepekaan level diatas rata-rata untuk mode ini muncul.  Butuh intiusi, untuk bisa melihat objek pada sebuah momen, dari sudut pandang yang “berbeda”. Dan butuh sensitivitas untuk mencetak objek di momen tersebut sedemikian rupa kedalam sebuah image, sehingga orang bisa melihat dengan sudut pandang yang sama dengan yang kita gunakan saat itu. Sayangnya sensitivitas itu tidak selalu hadir dalam saya. Lagi-lagi tergantung kegiatan dan bacaan apa yang sedang banyak memenuhi hari-hari saya.

Eh, apa ini sebenarnya lebih ke dalam klasifikasi teknis ya?hehe

Millenium

Terkadang, terkadang sekali, saya bisa menulis ala manusia modern. Menyampaikan ide dengan ringkas dan padat. Menggunakan istilah-istilah canggih, dan menggunakan perumpamaan-perumpamaan yang tepat guna. 


Kontemporer
The character is no character. Haha. Mode ini adalah cover untuk tulisan-tulisan saya lainnya yang tidak jelas karakternya apa. Tulisan-tulisan yang saya buat tanpa saya repot-repot memikirkan cara penyampaiannya atau keterstrukturnnya, yang penting si ide tertuliskan. Dengan kata lain, asal-asalan. Tapi saya cukup tidak tahu malu untuk menaruknya ditempat yang bisa dilihat orang. Kalo si saya sedang cukup rajin, baru saya perbaiki. Dan ini jarang terjadi.


***

Dan saya menyadari betapa tidak berjati dirinya saya dalam menulis.  Jika dalam dunia nyata maka saya dapat dikategorikan sebagai orang berkepribadian jamak. Kadang demi pembentukan identitas, si saya mencoba untuk konsisten dengan sebuah karakter, ujung-ujungnya saya bosan sendiri setelah beberapa lama lalu ganti mode lagi. Grawww.

Betapa saya mengagumi penulis-penulis hebat yang konsisten dengan karakter tulisan mereka. Butuh berapa lama ya bagi para penulis-penulis hebat itu menemukan karakter tulisan mereka?

Kondisinya tidak urgent sih sebenarnya, berhubung saya tidak berprofesi sebagai penulis. Hingga saat ini, saya menulis hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi,  saya menulis tanpa beban moral, jadi ada atau tidak ada yang membaca tulisan saya bagi saya tidak berpengaruh banyak. Tidak ada yang kritik juga toh.
Tapi ternyata kritiknya datang dari diri saya sendiri. Dipikir-pikir,  setelah sekian lama belajar menulis, seharusnya seseorang sudah memiliki "signature" terhadap tulisannya. Dan saya belum menemukan hal tersebut.

Sabtu, 16 Februari 2013

Some people have a born gift as The Name Crusher,  a guy who always find a way to change somebody's beautiful name into some funny and laughable name and make everybody call that guy in that laughable name. While some people, have name that have potency to always be crushed. I'm the second guy.

Everytime I enter new environment, I always introduce my self with my real full name, "Maria Ulfa", I always asked to be called "Ulfa". But then, these name crusher, always find a way to crush my name.

I've got name "Paul" when I was in junior high school, and then "Cupeng" and "Upe" from my senior high school's friend. In college time, people called me "Maul", and "M.U". And then, I haven't 2 months yet in this new life, somebody already got a name for me, "Mario". Zzzzzz.
 
What is wrong with "Ulfa"? I don't thinks that's a hard name to be spelled.



Membaca, sejak kapan?

Sejak umur berapa kesenangan membaca saya tumbuh?Ingatan saya tentang masa kecil saya sebelum 4 tahun payah, jadi saya tidak ingat sejak kapan saya senang membaca,  hanya cerita-cerita dari ibuk,bagaimana dulu ketika mulai bisa membaca, jika sedang dalam perjalanan, saya membacai semua semua papan-papan reklame di jalanan. Hanya ada satu kilasan momen masa kecil yang masih saya ingat ketika saya sedang belajar membaca, ibu dan kakak mengajar saya membaca huruf satu-satu.

Saya ingat momen-momen awal-awal taman kanak-kanak saya, saya mulai senang membaca koran si ayah, semua kolom dibaca walaupun ga ngerti isinya apa. Saya juga mulai membaca semua majalah bobo koleksi lama kakak. Orang tua masih aman-aman saja. Ketika saya mulai menyentuh majalah Aneka kakak, (Majalah remaja jaman sekarang yang paling hits apa ya?), juga komik-komiknya, orang tua mulai khawatir lalu membatasi bacaan saya.  Tapi anak kecil siapa yang bisa larang sih?saya baca diam-diam dibawah meja kerja ayah yang ada kolong tersembunyinya. (waktu itu sih masih muat :| )

Dari sana saya mulai menyenangi bacaan berbau fiksi. Saya ingat yang paling saya suka adalah kompas edisi hari minggu, ada komik dan cerita pendeknya.hehe. Dan saya juga mulai membaca cerbung-cerbung dewasa di edisi harian kompas, karenanya ayah sering menyembunyikan halaman yang ada cerbungnya. Tapi salah sekali mengunderestimate anak kecil dalam menemukan benda-benda yang disembunyikan. Masuk sd, goa harta karun saya adalah  perpustakaan sekolah. Masuk sekolah menengah, saya sudah bisa menabung uang belanja, lalu mulai mengkoleksi buku dan membangun perpustakaan saya sendiri.
 
~~ 

Dari mana kesenangan membaca itu tumbuh? Saya tidak pernah mempertanyakan dari mana kesenangan membaca saya tumbuh hingga saya memperhatikan perkembangan si ponakan kecil, geni, yang sekarang berusia 2 tahun. Salah satu kesenangannya saat ini adalah duduk di meja kerja ayah, diatas koran, lalu mengarahkan jarinya menelusuri huruf-huruf dikoran sambil bergumam ga jelas, seolah-olah sedang membaca.  Tampaknya seperti itulah kebiasaan membaca saya dan kakak-kakak tumbuh, karena terbiasa setiap pagi melihat si ayah di mejanya membaca koran, dan malam hari membaca buku. Membaca menjadi bagian sehari-hari keluarga.
Dari pengalaman-pengalaman orang disekitar, biasanya sama, kebiasaan membaca mereka sudah tumbuh dari keluarga, dari kecil, di pupuk oleh orang tua. Jarang sekali saya menemukan orang yang ga hobi membaca, lalu tiba-tiba doyan baca. Usia 20 tahun ke atas?rasanya hampir mustahil untuk menumbuhkan kebiasaan membaca. Adanya, yang senang membaca jadi malas membaca karena alasan kesibukan.

Nah anda, masih ingat sejak kapan dan bagaimana kebiasaan membaca anda dimulai? Apakah masih menyisihkan waktu untuk membaca? :D


Rabu, 06 Februari 2013


By time , may be it will be easier for you to continue your “place I’ve done visit’s list”.
But to feel the same excitement you felt at the first time you start your journey?
That’s only happen once.just once.

Senin, 04 Februari 2013

366 days

Time it was and what a time it was it was,
A time of innocence, a time of confidences.

Long ago it must be, I have a photograph
Preserve your memories, they're all that's left you

-Bookends



We miss you, gorgeous :)