Sabtu, 31 Agustus 2013

Creative Tourism Seminar, JCC 30082013

Captain mengirimkan link ke acara Creative Tourism Seminar 2013 ini awal minggu lalu dan tanpa pikir panjang saya langsung registrasi untuk ikut. Pertama karena judulnya yang menarik, kedua karena ga jauh dari kantor, ketiga karena gratis. Saya bahkan tidak meng-cek siapa pembicaranya ketika agenda dikirimkan. Namanya tidak familiar bagi kalangan buruh seperti saya. Sampai ditempat, ternyata Pembicara dan materinya oke punya. Iseng-iseng saya googling profil om pembicara, Hendrawan Kertajaya namanya, dan jreng jreng..ternyata beliau praktisi yang skalanya sudah international.  Pantas keren. *kemana aja neng*. Bolos kerja setengah hari saya cukup bermanfaat ternyata.

Ada beberapa point penting dari pembicaraan si om hari itu , tapi semua dapat diwakilkan oleh satu kata : tourism 3.0.  Seperti apa ? Saya coba jelaskan ulang ya. (Maafkan ya om kalo saya salah menjelaskan)

Jadi, berdasarkan teori si om, produk-produk tourism itu berdasarkan levelnya, dapat dibagi 3.

1. Tourism 1.0 – produk yang product oriented
2. Tourism 2.0 – product yang costumer oriented
3. Tourism 3.0 – product yang human spirit oriented

Beliau memberikan sebuah analogi sederhana : Nasi liwet. Tourism level 1.0 diberikan untuk nasi liwet yang ada dipinggiran jalan di kota solo, misalnya, harganya berada rata-rata IDR 15K. Contoh nasi liwet 2.0 diberikan untuk nasi liwet keprabon di hotel darmawangsa yang harga perporsinya adalah 165k, sementara nasi liwet 3.0 dicontohkan pada nasi liwet di Royal Ambarrukmo cooking class, yang harga perporsinya adalah IDR 300k.

Jadi apa yang membedakan antara ketiga jenis nasi liwet tersebut? Selain harganya yang ga adil. Secara rasa, bisa jadi nasi liwet yang dipinggiran jalan kota Solo tersebut rasanya jauh lebih enak.

Pada spiritnya.

Pada level 1.0, si penjual hanya berpikiran sampai bagaimana membuat produk yang enak, tanpa repot memikirkan bagaimana membuat pelanggan puas. Pada level 2.0, si penjual sudah mulai memikirkan bagaimana membuat produk yang enak, dan pelanggan pun puas. Disajikanlah nasi liwet tersebut sedemikian rupa sehingga terlihat lebih wah. Tentu saja juga didukung oleh tempat yang oke, dan image tentang tempat tersebut. Satu level diatas ini, adalah level 3.0. Selain memikirkan bagaimana membuat produk yang enak, memuaskan pelanggan, juga membuat pelanggan engage dengan produk tersebut.

Lalu, bagaimana cara membuat konsumen engage? Berilah pengetahuan baru terhadap konsumen, beri dia experience, buat dia merasa bertumbuh dengan pengetahuan tersebut. Konon kata si om, konsumen tidak akan sungkan-sungkan membayar mahal jika kita berhasil memenuhi kebutuhan mereka untuk grow-up. Dalam kasus nasi liwet ini, melalui mengajarkan langsung kepada konsumen, bagaimana membuat nasi liwet tersebut.

Saat diaplikasikan pada tourism, masing-masing level ini dapat diwakilkan oleh satu kata : enjoy untuk tourism level 1.0, experience untuk tourism level 2.0, dan engage untuk tourism level 3.0. Level 1.0 dicontohkan dengan mass tourism dengan definisi yang diberikan beliau : “visiting a destination with large amount of people at one time which the destination has been over exposed”. Pada level 2.0 adalah thematic tourism : “an alternative tourism which combines touris products and individual tourist services.” Lalu pada level 3.0, special interest : “Travelling with the primary motivation of practicing or doing special interest. A special interest tourist choose to engage with a product or service that sastified special interests and needs.”
 
Semakin tinggi levelnya, populasi pasarnya semakin sedikit, tetapi pemasukannya juga jauh lebih besar. Tetapi menurut teori si om, para penjual mau tidak mau harus menaikkan level produknya ke level 3.0. Karena konsumen pun semakin bergerak kearah sana, perkembangan teknologi dan faktor mudahnya mendapatkan informasi membuat konsumen semakin cerdas, dan kebutuhannya pun meningkat, tidak lagi sekedar membeli produk, tapi juga nilai-nilai di dalamnya.

Demikian kira-kira, rangkuman penjelasan si om. Mengenai teori-teori seperti itu sebenarnya saya sempat beberapa kali mendapatkannya, hanya saja struktur materi, cara penyampaian, dan semangat om Hermawan ini keren sih. Buruh teknis seperti saya yang masih sangat sangat awam mengenai marketing, bisnis dan sejenisnya pun bisa menyerap maksud beliau  dengan mudah.

Masih banyak take away yang saya pulang dari seminar tersebut sebenarnya, tapi karena saya pelit, saya tidak mau bagi semua. Haha.

Ok, baiklah, saya cuma malas saja menulis semua. Bagi yang berminat tau lebih detail, dapat tulis email dan akan saya kirimkan slide presentasi yang saya copy dari seminar tersebut. Saya yakin si om tidak keberatan.  Atau kalau mau tahu lebih banyak lagi, silahkan googling daftar buku-buku beliau dan mencarinya di toko buku terdekat.

Terima kasih ya om Hermawan buat ilmu 1,5 jam nya  :D 

Jumat, 30 Agustus 2013

Dancing on a Cloud

I love to seat next to the window when I am up in the air, especially at the morning flight. If I am lucky enough, I'll get a wonderful scenery like below :




That is beautiful, yes? That's one of the best I've ever seen. Sky, clouds, Sun, Moon, orange light. Those celestial stuff never failed fascinate me.

I love to imagine to jump to the cloud. In my imagination It would catch me, and then toss me back upward, and then I am falling again, and it toss me back, again. It's really fun for me to imagine how it feel to lie down on that cloud.  Do you feel me?



Rabu, 21 Agustus 2013

 

Percakapan dengan mbak may membuat saya membaca ulang lagi berapa postingan saya belakangan dan lalu saya pikir tulisan saya belakangan bukan hanya beraura negatif, tapi negatif biangggeeettt.Menye-menye.

Padahal sudah bertekad untuk mencoba menghindari aura negatif dalam tulisan, tidak baik untuk diri sendiri dan orang lain, tapi tidak mudah ya ternyata. Hadeuh. Harus memfilter lagi bacaan sepertinya. 

Dear mbak may, terimakasih sudah "menyentil" :) 


Live in Jakarta is about finding regularity in the midlle of irregularity. Sometimes it's exhausting, sometimes it's challenging.

Kamis, 15 Agustus 2013

#EgyptMassacre

Ilmu saya dangkal sekali tentang agama, negara, apalagi politik. Karenanya saya tidak berani berdebat panjang lebar mengenai hal-hal tersebut. Saya bisa memaklumi ketika menghadapi beberapa orang yang antipati ketika berbincang mengenai keagamaan. Tapi bukankah dari sudut pandang kemanusiaanpun, tragedi Mesir ini adalah bencana kemanusiaan yang sangat besar? Tak tergugahkah?

Setidaknya, bersimpatilah. Jangan berkomentar seolah-olah bencana ini hanyalah kebakaran kecil di taman belakang rumah.

Al Fatihah.

Senin, 12 Agustus 2013

Backyard



Were it's not cloudy, this is the view from the roof toop of my parents home at sunset most of the time. No it's far far far more beautiful, blame my camera. I used to sit over there for long, wait for the sun to down. I think this is the beginning of my addiction to afternoon sky. When all the bright beautiful color appear at the sky, I can touch it in my mind.

Its kinds  make me believe that God must be something beautiful.  In its serenity, sometimes I think I can feel God watch me back from up there. 

When Green Meet Blue


One of the things that make hometown so missable

Jumat, 02 Agustus 2013

Playing Color



Downtown B Side



I was on my way to office when I got this view in front of me. I stood over there for minutes. Behind all luxurious buildings of this big city, live so many childs that have no security of future. But they just kid, why should they aware of future?

*Take this photo with my old camera phone.