Jika menulis adalah karakter, maka saya saat ini adalah
remaja labil awal belasan yang karakter tulisannya tidak konsisten, berganti-ganti dengan mudah
tergantung bacaan dan kegiatan apa yang sedang mendominasi hari-hari saya. Karenanya jangan heran membaca tulisan-tulisan
saya di sini.
Saya mencoba meninjau tulisan-tulisan saya dan mencatat karakter-karakter
yang pernah muncul dalam tulisan saya. Berikut hasilnya.
Formal
Jika anda mendapati saya menulis esai
panjang lebar membosankan, atau menulis sok bijaksana, itu berarti saya sedang berada dalam mode
formal. Saya tidak begitu suka karakter ini sebenarnya. Tapi ada saat-saat mode
ini dibutuhkan, beberapa ide harus disajikan telanjang bulat seutuh-utuhnya
tanpa menyajikan ruang untuk pembaca berinterpretasi. Menulis skripsi misalnya. Untuk hal-hal yang
bersifat formal tentu masih bisa dimaafkan.
Tapi tidak jarang saya membungkus sebuah
ide yang seharusnya disajikan menarik dan tidak terlalu kaku, malah dengan EYD .
Saat-saat si saya kering ide bagaimana menulis dengan indah dan tidak cukup
kreatif untuk merangkum poin-poin. Disaat seperti itu saya akan berakhir
menulis panjang lebar membosankan. Saat seperti ini biasanya terjadi jika saya
sedang bersikutat dengan hal-hal teknis dan tidak menyisihkan waktu untuk
membaca hal-hal diluar itu.
Sentimentil
To be
honest, this is the first character that growing in mine. Haha. Saya
memulai menulis dengan membuat puisi-puisi dan tulisan-tulisan melankolis.Jaman
SD. Hasil membaca Kompas edisi minggu, dan curi-curi membaca diari kakak yang
sedang memulai cinta monyetnya. Ketika anak SD lain membuat pusi tentang
keindahan alam atau keluarga atau pertemenan, saya membuat pusi cinta dan
kegalauan hidup. Parahnya, masih berlanjut hingga sekarang. Haha.
Bukan tidak bagus sih sebenernya. Ada beberapa hal yang memang harus disampaikan
dengan cara “sentimentil”, sehingga lebih menarik, dan pesan dapat tersampaikan.
Hanya saja jika tidak berhati-hati, bisa terperangkap dalam kegalauan tanpa
tujuan. Dulu saya menganggap menyalurkan
kegalauan dalam tulisan dapat membantu saya untuk memindahkan kegalauan. Tapi setelah saya perhatikan, energi negatif
saya saat itu malah terperangkap dalam tulisan tersebut. Akibatnya, saya bisa
saja mendadak sentimentil hanya gara-gara membaca kembali tulisan tersebut. Lebih jeleknya lagi, jika energi tersebut
menular kepada orang lain yang membacanya. Energi negatif memang tidak seharusnya
diabadikan.
Tapi terkadang saya masih terlalu kekanak-kanakan
Visual
Mode ini baru beberapa waktu ini saya coba
terapkan, sejak saya mulai menyenangi bermain dengan lensa dan bayangan. The
most favourite mode of me currently! Praktis, dan kaya pilihan. Sebuah objek
bisa direkayasa agar menyampaikan beberapa pesan yang berbeda. Satu image ditemani beberapa kata saja sudah
cukup untuk menyampaikan sebuah pesan yang kuat. Jauh lebih cepat daripada
hanya menggunakan tulisan. Tetapi bagi saya, dibutuhkan kepekaan level diatas
rata-rata untuk mode ini muncul. Butuh
intiusi, untuk bisa melihat objek pada sebuah momen, dari sudut pandang yang “berbeda”.
Dan butuh sensitivitas untuk mencetak objek di momen tersebut sedemikian rupa
kedalam sebuah image, sehingga orang bisa melihat dengan sudut pandang yang
sama dengan yang kita gunakan saat itu. Sayangnya sensitivitas itu tidak selalu
hadir dalam saya. Lagi-lagi tergantung kegiatan dan bacaan apa yang sedang banyak
memenuhi hari-hari saya.
Eh, apa ini sebenarnya lebih ke dalam klasifikasi teknis ya?hehe
Millenium
Terkadang, terkadang sekali, saya bisa menulis
ala manusia modern. Menyampaikan ide dengan ringkas dan padat. Menggunakan
istilah-istilah canggih, dan menggunakan perumpamaan-perumpamaan yang tepat
guna.
Kontemporer
The character is no character. Haha. Mode ini adalah cover untuk tulisan-tulisan saya lainnya yang tidak jelas karakternya apa. Tulisan-tulisan yang saya buat tanpa saya repot-repot memikirkan cara penyampaiannya atau keterstrukturnnya, yang penting si ide tertuliskan. Dengan kata lain, asal-asalan. Tapi saya cukup tidak tahu malu untuk menaruknya ditempat yang bisa dilihat orang. Kalo si saya sedang cukup rajin, baru saya perbaiki. Dan ini jarang terjadi.
***
Dan saya menyadari betapa tidak berjati dirinya saya dalam menulis. Jika dalam dunia nyata maka saya dapat dikategorikan sebagai orang berkepribadian jamak. Kadang demi pembentukan identitas, si saya mencoba untuk konsisten dengan
sebuah karakter, ujung-ujungnya saya bosan sendiri setelah beberapa lama lalu ganti mode lagi. Grawww.
Betapa saya mengagumi
penulis-penulis hebat yang konsisten dengan karakter tulisan mereka.
Butuh berapa lama ya bagi para penulis-penulis hebat itu menemukan
karakter tulisan mereka?
Kondisinya tidak urgent sih
sebenarnya, berhubung saya tidak berprofesi sebagai penulis. Hingga
saat ini, saya menulis hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi, saya
menulis tanpa beban moral, jadi ada atau tidak ada yang membaca tulisan
saya bagi saya tidak berpengaruh banyak. Tidak ada yang kritik juga toh.
Tapi
ternyata kritiknya datang dari diri saya sendiri. Dipikir-pikir,
setelah sekian lama belajar menulis, seharusnya seseorang sudah memiliki
"signature" terhadap tulisannya. Dan saya belum menemukan hal tersebut.