Sabtu minggu lalu kami –saya dan
teman-teman di teras-, secara mendadak mendapat misi dari salah seorang
senior, mbak May, menemani temannya kemping dan jalan-jalan di daerah
Bandung Selatan.
“Tamunya berempat, satu cewek tiga cowok. Ada anaknya Surya Paloh juga loh”, begitu informasi tambahan dari si Mbak.
Dan teman-teman pun langsung excited mendengarnya.Saya cuma senyam-senyum melihat ke-excited-an teman-teman saya sementara si otak skeptis saya menterjemahkan informasi tersebut dengan kalimat, “Oh, anak pejabat”. – if you know what I mean.
Tapi tamu tetaplah tamu, melayani dengan sebaik-baiknya tanpa melihat
latar belakang adalah komitmen kami *iklan murahan, haha*. Meeting pointnya di Ranca Upas setelah
jam makan siang, kami berangkat lebih pagi untuk menyiapkan tenda dan
makanan. Si saya sedang sibuk memotong-motong daging ketika mereka
datang , bau amis dengan tampang semrawutan belum mandi, dengan ga tau
malunya berkenalan dengan mereka satu-persatu. Yang perempuan namanya
Uns, lalu ada mas Ade, mas Yogas, dan mas Sigit (melihat perawakan
tampaknya sih sudah seharusnya saya panggil mas). Melihat sekilas
tampaknya sudah jauh lebih senior daripada saya. 2000 awal mungkin.
To be honest, selain image
anak pejabat, sebenarnya gambar yang muncul dikepala saya adalah
sekumpulan pekerja ekslusif Jakarta yang sedang menghilangkan penat ke
desa. Si suara hati langsung meledek saya begitu saya berkenalan dengan
mereka,”judgementalmu nak”. Kesan pertama
kepribadian-kepribadian yang ada dihadapan saya saat itu jauh dari apa
yang saya bayangkan, mereka hangat dan ramah, walaupun tidak (belum)
banyak berbincang. Uns yang lebih banyak memperkenalkan diri, dia
sendiri ternyata adalah anak Teknik Perminyakan 2002, dulu pernah
sekantor dengan mbak May. Saya hanya sebentar mengobrol dan lalu kembali
ke tenda DU, Dani dan Dadan kemudian mengantarkan mereka berkeliling.
Mereka kembali ke camp setelah magrib, dan saya masih
bersikutat dengan daging dan bumbu-bumbu masakan bersama Epin dan Dom di
tenda DU. Begitu sampai mereka langsung duduk dengan baik didepan api
unggun yang dibuatkan oleh Dani dan Dadan menunggu kami selesai memasak
tanpa rewel, sambil memainkan gitar dan bernyanyi.
Dan ketika mereka mulai memainkan gitar
didepan api unggun itu, perhatian saya tersedot total oleh mereka.
Permainan gitar dan suara ketiga lelaki itu, hmmmm, extraordinary, unusual,
untuk orang-orang biasa. Magnet yang lebih kuat lagi, pilihan-pilihan
lagu yang mereka mainkan. Mereka memainkan lagu-lagu band Indi
bandung-Jakarta, Float, sore dan ada beberapa lagu yang tidak saya
kenali, mereka juga memainkan Agaestis Bryjun-nya Sigur Ros.
Tumben-tumbenan saya bertemu orang yang sama suka dengan jenis-jenis
musik seperti itu, di tempat serandom itu pula.
Kesempatan berbincang-bincang akhirnya ada setelah makan selesai dan semua orang berkumpul di depan api unggun. Dari obrolan diawal dan joke-joke internal mereka, saya simpulkan bahwa mereka adalah para pekerja yang memiliki nyambi bernyanyi. Dan ternyata benar. Dari obrolan selanjutnya saya tahu bahwa Yogas, yang duduk paling pojok, lulusan Informatika STT Telkom 2002, pekerjaan pertama karyaman di sebuah perusahaan IT di Jakarta dan pekerjaan kedua bernyanyi (atau kebalik?). Di sebelahnya Sigit, pekerjaan pertama jurnalis, pekerjaan kedua bernyanyi. Pertanyaan-pertanyaan saya berhenti di mas Ade. Karena dari tadi dia tidak banyak berbincang, saya pun sungkan bertanya.
Kesempatan berbincang-bincang akhirnya ada setelah makan selesai dan semua orang berkumpul di depan api unggun. Dari obrolan diawal dan joke-joke internal mereka, saya simpulkan bahwa mereka adalah para pekerja yang memiliki nyambi bernyanyi. Dan ternyata benar. Dari obrolan selanjutnya saya tahu bahwa Yogas, yang duduk paling pojok, lulusan Informatika STT Telkom 2002, pekerjaan pertama karyaman di sebuah perusahaan IT di Jakarta dan pekerjaan kedua bernyanyi (atau kebalik?). Di sebelahnya Sigit, pekerjaan pertama jurnalis, pekerjaan kedua bernyanyi. Pertanyaan-pertanyaan saya berhenti di mas Ade. Karena dari tadi dia tidak banyak berbincang, saya pun sungkan bertanya.
Setelah beberapa saat, Uns berinisiatif memperkenalkan mas Ade kepada kami.
“ Kalo yang ini, penyanyi beneran nih, udah punya band, namanya SORE..”
….
Dan hingga sekarang saya menyesali kenapa ekspresi pertama saya yang muncul adalah,
“Seriusan?”
Yang lain lalu tertawa, menertawakan
ekpresi saya, dan menertawakan mas Ade yang terlihat “risih”, karena
merasa “dikenali”. Sore adalah sebuah band di Jakarta. Tidak banyak muncul di tv, tetapi bagi yang doyan dengan
band-band Indi mestinya tahu. Saya diperkenalkan pada lagu mereka oleh
seorang teman dulu dan langsung jatuh cinta. Saya bukan artis maniac
sih, tapi kalo tiba-tiba orang yang karyanya saya kagumi ada didepan
saya, kaget adalah reaksi pertama paling normal yang saya lakukan. Dan
informasi ini malah membuat saya semakin sungkan ngobrol sama mas ade ,
pertama takut dibilang sok kenal kalo kebanyakan nanya, kedua takut
terlalu excited dan ketauan noraknya =))
Dan saya lalu menyesali kenapa saya
nge-judge terlebih dahulu sebelum saya bertemu mereka. Orang-orang ini
menarik sekali dan ternyata saya menyukai mereka – diluar fakta bahwa
salah satu dari mereka adalah artits ya, – dan anak pejabat . :p
Pertama orang-orang yang masih menyisakan
waktu untuk mengerjakan hobi mereka di sela-sela pekerjaan bagi saya
adalah orang yang patut dikagumi. Saya sendiri masih dalam tahap mencoba
untuk berkomitmen yang sama, bekerja ,mengaplikasikan ilmu untuk
memenuhi keinginan satu bagian diri saya, sambil tetap mengerjakan hobi,
untuk memenuhi keinginan satu bagian diri yang lain, dan kalau bisa
menghasilkan uang, hehe. Tidak mudah, tapi syukurnya sampai saat ini
tekad saya masih sama, walaupun grafiknya naik turun. Mungkin, tanpa
saya sadari saya mencari-cari role model. Karenanya orang yang berhasil
melakukan hal yang sama langsung terlihat keren dimata saya. :p
Kedua, saya melihat mereka sebagai tipikal
orang-orang yang ingin berkarya dan ingin karya-karyanya dikenali orang
lain, tetapi menghindari sebisa mungkin euforia popularitas yang pasti
menyertai begitu karya-karyanya dikenal orang lain. Dewasa. Orang-orang
seperti itu sangat menyenangkan.
Seketika malam itu menjadi menyenangkan
sekali, , disuguhi live show di alam bebas seperti itu, dan dihibur
dengan perbincangan mereka yang acak dan kocak tetapi tetap “berisi”,
walaupun angin Bandung Selatan dan langit tidak bersahabat. Si saya
tidak banyak berbincang, lebih banyak memperhatikan setelahnya,
sesekali menimpali. Rasa-rasanya seperti kembali ke jaman awal kuliah
dulu ketika saya dengan setia memperhatikan kakak-kakak senior saya
berbincang di depan api unggun.
Perbincangan bertahan hingga larut malam,
ketika akhirnya persediaan kayu bakar habis, kami masuk ke tenda
masing-masing. Sesekali saya terbangun dan masih ada yang berbincang di
tenda sebelah. “Wah orang-orang gila juga ini sih”. Kami berpisah siang
menjelang makan siang, perpisahan yang hangat. Dalam 2 hari kami
mendapatkan 4 teman baru yang menyenangkan.
Saya tersenyum-senyum kecil mengingat
pertemuan saya dengan orang-orang itu dalam perjalanan pulang ke Jakarta
malam itu, lucu sekali bagaimana kita bisa bertemu-temu dengan orang
yang tidak kita sangka, ditempat yang tidak disangka-sangka, diwaktu
yang tidak disangka-sangka.
Saya tidak percaya kebetulan. Saya
percaya bahwa untuk setiap orang yang kita temui, setiap pertemanan yang
kita buat, dalam waktu sesingkat apapaun, ada pesan yang
diselipkan Tuhan didalamnya.Apa?Saya belum tahu keseluruhannya. Untuk
saat ini,yang saya tahu, mungkin, agar saya belajar untuk tidak
men-judge orang seenaknya hanya dari sepotong informasi. Mungkin.
Dan semua kebetulan-kebetulan ini
memberikan saya semangat lebih saat itu. Siapa tahu apa yang akan
terjadi dan pengalaman apa yang kita alami besok?Hidup menyimpan banyak
sekali rahasia, dan itu menyenangkan. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar