Captain mengirimkan link ke acara Creative Tourism Seminar 2013
ini awal minggu lalu dan tanpa pikir panjang saya langsung registrasi
untuk ikut. Pertama karena judulnya yang menarik, kedua karena ga jauh
dari kantor, ketiga karena gratis. Saya bahkan tidak meng-cek siapa
pembicaranya ketika agenda dikirimkan. Namanya tidak familiar bagi
kalangan buruh seperti saya. Sampai ditempat, ternyata Pembicara dan
materinya oke punya. Iseng-iseng saya googling profil om pembicara,
Hendrawan Kertajaya namanya, dan jreng jreng..ternyata beliau praktisi
yang skalanya sudah international. Pantas keren. *kemana aja neng*.
Bolos kerja setengah hari saya cukup bermanfaat ternyata.
Ada beberapa point penting dari
pembicaraan si om hari itu , tapi semua dapat diwakilkan oleh satu kata :
tourism 3.0. Seperti apa ? Saya coba jelaskan ulang ya. (Maafkan ya om
kalo saya salah menjelaskan)
Jadi, berdasarkan teori si om, produk-produk tourism itu berdasarkan levelnya, dapat dibagi 3.
1. Tourism 1.0 – produk yang product oriented
2. Tourism 2.0 – product yang costumer oriented
3. Tourism 3.0 – product yang human spirit oriented
Beliau memberikan sebuah analogi sederhana : Nasi liwet. Tourism
level 1.0 diberikan untuk nasi liwet yang ada dipinggiran jalan di kota
solo, misalnya, harganya berada rata-rata IDR 15K. Contoh nasi liwet 2.0
diberikan untuk nasi liwet keprabon di hotel darmawangsa yang harga
perporsinya adalah 165k, sementara nasi liwet 3.0 dicontohkan pada nasi
liwet di Royal Ambarrukmo cooking class, yang harga perporsinya adalah
IDR 300k.
Jadi apa yang membedakan antara ketiga jenis nasi liwet tersebut?
Selain harganya yang ga adil. Secara rasa, bisa jadi nasi liwet yang
dipinggiran jalan kota Solo tersebut rasanya jauh lebih enak.
Pada spiritnya.
Pada level 1.0, si penjual hanya
berpikiran sampai bagaimana membuat produk yang enak, tanpa repot
memikirkan bagaimana membuat pelanggan puas. Pada level 2.0, si penjual
sudah mulai memikirkan bagaimana membuat produk yang enak, dan pelanggan
pun puas. Disajikanlah nasi liwet tersebut sedemikian rupa sehingga
terlihat lebih wah. Tentu saja juga didukung oleh tempat yang oke, dan image
tentang tempat tersebut. Satu level diatas ini, adalah level 3.0.
Selain memikirkan bagaimana membuat produk yang enak, memuaskan
pelanggan, juga membuat pelanggan engage dengan produk tersebut.
Lalu, bagaimana cara membuat konsumen engage? Berilah pengetahuan baru terhadap konsumen, beri dia experience,
buat dia merasa bertumbuh dengan pengetahuan tersebut. Konon kata si
om, konsumen tidak akan sungkan-sungkan membayar mahal jika kita
berhasil memenuhi kebutuhan mereka untuk grow-up. Dalam kasus nasi liwet
ini, melalui mengajarkan langsung kepada konsumen, bagaimana membuat
nasi liwet tersebut.
Saat diaplikasikan pada tourism, masing-masing level ini dapat diwakilkan oleh satu kata : enjoy untuk tourism level 1.0, experience untuk tourism level 2.0, dan engage untuk tourism level 3.0. Level 1.0 dicontohkan dengan mass tourism dengan definisi yang diberikan beliau : “visiting a destination with large amount of people at one time which the destination has been over exposed”. Pada level 2.0 adalah thematic tourism : “an alternative tourism which combines touris products and individual tourist services.” Lalu pada level 3.0, special interest : “Travelling with the primary motivation of practicing or doing special interest. A special interest tourist choose to engage with a product or service that sastified special interests and needs.”
Semakin tinggi levelnya, populasi pasarnya semakin sedikit, tetapi
pemasukannya juga jauh lebih besar. Tetapi menurut teori si om, para
penjual mau tidak mau harus menaikkan level produknya ke level 3.0.
Karena konsumen pun semakin bergerak kearah sana, perkembangan teknologi
dan faktor mudahnya mendapatkan informasi membuat konsumen semakin
cerdas, dan kebutuhannya pun meningkat, tidak lagi sekedar membeli
produk, tapi juga nilai-nilai di dalamnya.
Demikian kira-kira, rangkuman penjelasan si om. Mengenai teori-teori
seperti itu sebenarnya saya sempat beberapa kali mendapatkannya, hanya
saja struktur materi, cara penyampaian, dan semangat om Hermawan ini
keren sih. Buruh teknis seperti saya yang masih sangat sangat awam
mengenai marketing, bisnis dan sejenisnya pun bisa menyerap maksud
beliau dengan mudah.
Masih banyak take away yang saya pulang dari seminar tersebut sebenarnya, tapi karena saya pelit, saya tidak mau bagi semua. Haha.
Ok, baiklah, saya cuma malas saja menulis
semua. Bagi yang berminat tau lebih detail, dapat tulis email dan akan
saya kirimkan slide presentasi yang saya copy dari seminar
tersebut. Saya yakin si om tidak keberatan. Atau kalau mau tahu lebih
banyak lagi, silahkan googling daftar buku-buku beliau dan mencarinya di
toko buku terdekat.
Terima kasih ya om Hermawan buat ilmu 1,5 jam nya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar