Selasa, 30 Juli 2013

Kambing pun Butuh Behel


Mas kambing, giginya itu loh, ga nyantai

Peternakan Kambing Ettawa, Cilengkrang

Rabu, 24 Juli 2013

Sanctum


Human have this nature since the days of yore, to put God in some uneasy-to-reach, named it as special place. But if only we have our heart open,  I think the most special place for God to reside is the heart it self. The sanctum. You can meet Him anytime over there.


Batu Cave, Malaysia

3272 mdpl Breakfast


6 hours tracking to have breakfast beside that window. It felt great, thought. 
 I am imagining, how it would feel to have breakfast at..hmmm, let say, nepal?

Laban Rata Kinabalu 3272 mdpl, June 8th 2013

Senin, 22 Juli 2013

Selarik Puisi yang Mulai Memudar

Sewaktu malam di purnama entah berapa saat yang lalu.Sebegitu indahnya sehingga reflekku adalah membaginya denganmu.

“Lihat keluar deh, bulannya cakep”
“oh iya?bulan ke berapa emang?”
“ke berapa ya, ga tahu,hehe, males ngitung”

Aku bohong, tentu saja.Aku ingat.Itu bulan ke 37. Tapi kamu tahu, imajinasi tentang purnama yang timbul tenggelam tidak lagi menghiburku. Dia indah, dan aku menikmatinya.Itu saja. Tidak ada lagi cerita yang bisa kukarang tentangnya, atau imajinasi yang tumbuh setiap melihatnya. Atau mungkin, aku menghajar semua imajinasi yang muncul tentangnya.Entah sejak kapan, aku berhenti percaya kamu purnama itu.Angka-angka itu bisa berhenti kapan saja.37, 50,100.Entah kapan.Lalu setelahnya, angka itu tak berarti apa-apa lagi. Dan kamu, kemudian hanya menjadi selarik puisi yang pernah kutulis diselembar kertas.Lalu aku lupa menaruhnya dimana. Mungkin suatu saat aku akan menemukannya kembali, tapi kemudian yang terjadi aku akan lupa bahwa aku pernah menulisnya. Seperti puisi-puisiku yang lain.Aku akan lupa bahwa aku pernah seromantis dan semelankolis itu, atau kemudian aku hanya akan menertawakan diriku sendiri, yang pernah seromantis dan semelankolis itu.

Tapi saat itu, kamu masih disini, dan aku masih saja menghitung angka itu.Terkadang kita sepakat untuk berhenti menghitungnya, aku bilang sudah, kamu bilang sudah, tapi ternyata bahkan untuk sekedar melewatkan satu angka saja kita belum pernah berhasil. Lalu kemudian kamu bilang kamu akan menjadi purnama itu. Kemudian aku bilang, aku tidak percaya, lalu kamu bersikukuh memaksaku untuk percaya.

--

Pada akhirnya kamu tidak ada disini, saat ini.
Bahwa aku benar?aku tidak bahagia. Ternyata mengetahui apa yang akan terjadi jauh hari sebelumnya tidak membantuku untuk menahan rasa pilu mengerayangi. Tapi  toh aku bersyukur. setelah frekuensi tak terhitung aku meracuninya. mekanisme hatiku masih bekerja dengan baik. Atau mungkin dia memang bekerja dengan cara yang tidak kita mengerti.Apapun, aku menerimanya.

Aku menunggu saat itu, ketika kamu hanya akan menjadi selarik puisi, yang bahkan akupun lupa, aku pernah menulisnya.Selarik puisi usang.Aku menungu saat itu.

Bandung, 12 Desember 2012.

------------------------------------------------

Purnama. Masih bulan yang sama, saat kita mulai menghitungnya dari satu. Entah purnama ke berapa itu sekarang. 

Masihkah kau menghitungnya? Aku sudah berhenti beberapa waktu lalu. Sejak satu waktu, ketika kehidupan menaruhku di bangku penonton sebuah teater  besar, menonton kamu dan aku (sepertinya aku terbagi dua saat itu) di panggung yang sama. Dan lalu ku perhatikan kita di panggung sana, begitu naif, dan muda. Konyol membuang-buang waktu. Bahkan menyelesaikan pertunjukkan itu aku tak sanggup. Malu,  dengan kemudaan yang kita pertontonkan pada orang-orang.  Sejak saat itu aku berhenti menghitung purnama itu. Itu lama berselang.

Tapi kamu masih belum menjadi selarik puisi usang itu. Karena nyatanya, purnama masih membangkitkan sebuah sensasi rasa, yang tak menyenangkan. 

Tapi kau tahu? Kemudian aku berhenti lari dan memutuskan berdamai dengan diriku sendiri. Dan kuputuskan menghadapi rasa itu dan berkenalan dengannya. Dia memang tak menyenangkan, tapi toh dia tak berniat menganggu. Dia hanya ingin si muda ini tumbuh, keluar dari cangkangnya yang sesak dengan kecemasan-kecemasan. Jadi kubiarkan saja, berharap dengan begitu aku bisa belajar sesuatu darinya. 

Dan tanpa kusadari, pelan-pelan kamu memudar. Kenangan-kenangan tak lagi sepekat dahulu, Dan rasa yang terkadang masih muncul tak lagi (begitu) menganggu. Mungkin sebentar lagi, sebentar lagi saja, kamu akan jadi selarik puisi usang itu. 

..
..

Setiap kehilangan dan kepergian mereka-mereka yang pernah mengisi ruang hati, selalu meninggalkan rongga besar yang kosong. Ternyata mengisi kembali rongga itu tak semudah dan secepat dahulu

...
...

Kau tahu? Aku tak benar-benar yakin aku ingin kamu menjadi selarik puisi usang itu. Pertama, karena karena sudah terlalu banyak rongga-rongga kosong di hatiku, kedua, aku tak terbiasa mengusir orang dari ruang yang telah lama memiliki tempat dihatiku. Hanya mereka yang berhenti berusaha. Apakah kamu sudah berhenti berusaha? 

Masih ada ruang-ruang lain yang dapat kau tempati. Sahabat, teman berbincang, atau bahkan sekedar teman menghabiskan secangkir kopi. Jika kau berusaha.

Tapi tentu saja tidak sekarang, tidak saat hati masih terlalu dingin untuk saling berbincang. Mungkin suatu saat nanti, ketika kita mulai bisa menertawakan masa lalu, menertawakan kesalahan-kesalahan yang kita perbuat, tanpa keinginan untuk mengulanginya. Saat kita sudah sama-sama keluar dari kemudaan kita. Sampai saat itu datang, dan waktu memberikan kita kesempatan untuk berada kembali di panggung yang sama, kuharap kamu masih berusaha, sehingga aku tak memiliki alasan lagi, untuk mengabaikan adamu.

Semoga saat itu datang, kamu belum benar-benar menjadi pudar, dan usang.


Jakarta, 22 Juli 2013
Purnama.
Oh, Please forgive me for all this sentimentalism. Don't make any assumption over it, it's only me write down some stories mixed with some imaginations of a lady, in a fullmoon night :)




Kamis, 18 Juli 2013

Old Obsession


23 years and still get obsessed with those bubbles. Haha. Helpless.
Pop Pop Pop

Friday Sentimentalism~

Sun been down for days
A pretty flower in a vase
A slipper by the fireplace
A cello lying in it's case

Soon she's down the stairs
Her morning elegance she wears
The sound of water makes her dream
Awoken by a cloud of steam
She pours a daydream in a cup
A spoon of sugar sweetens up

And She fights for her life
As she puts on her coat
And she fights for her life on the train
She looks at the rain
As it pours
And she fights for her life
As she goes in a store
With a thought she has caught
By a thread
She pays for the bread
And She goes...
Nobody knows

Sun been down for days
A winter melody she plays
The thunder makes her contemplate
She hears a noise behind the gate
Perhaps a letter with a dove
Perhaps a stranger she could love



Her Morning Elegance- Oren Lavie




Rabu, 17 Juli 2013


Teras Nusantara is Rebranding! Can't wait for its new look. I'll let you know when it's done.

Sabtu, 13 Juli 2013

~

Dengan orang-orang yang tak lagi sama, kota ini terasa begitu berbeda. Tentu saja saya masih jatuh cinta dengan romantisme yang mengambang saat malam dan hujan di kota ini. Duduk berlama-lama menghabiskan satu gelas kopi dan berbincang pun masih terasa menyenangkan.

Hanya, selalu saja ada rindu yang menyertai. Menyempil dikeramaian, melintas di sela-sela kesibukan. For every second I spend in this city, nostalgic always catch me. Pada kehidupan yang lama, teman-teman lama. Maybe I am getting older, that leaving comfort zone feel way harder. Maybe I am just miss the old me, a curious unstopable girl (or at least that is what I think about the old me). Where are you. girl?


Bandung, Juli 14th 2013 00:38
Hujan tak berhenti sepanjang hari.

Minggu, 07 Juli 2013

No for "No"

"Tutup matamu"
"Sekarang, jangan pikirkan gajah"
"Nah, apa yang kamu pikirkan"

Gajahhhhh.


Konon seperti itulah cara kerja otak manusia, semakin dilarang semakin penasaran.  Iseng-iseng saya mencoba bereksperimen dengan teori ini ketika menghadapi si ponakan kecil yang mulai muncul karakternya, dan mulai keras hati ketika menginginkan sesuatu. Aturan yang saya buat : jangan pernah menggunakan kata "jangan" dan "tidak boleh" ketika menghadapinya. 

Saya lalu menggantinya dengan bermacam-macam cara, seperti : " G, itu buat orang dewasa,kamu yang ini aja ya..", atau "G, udah malam, kalo ga istirahat, nanti sakit seperti kemarin..". Kalimat-kalimat semacam itu. And It's work. :))

Pertanyaannya sekarang, bagaimana cara menerapkannya ke diri sendiri ya?hehe

Hanya catatan kecil (Kinabalu-4)

983 MYR. Itu harga yang kami bayarkan perorangnya untuk paket pendakian kinabalu Juni ini. Bukan angka yang kecil sungguh buat saya. Tapi terkadang pengalaman memang mahal, literally. Dan demi sebuah pengalaman, saya rela menahan diri berbulan-bulan tidak mengupdate koleksi lemari sama sekali.

Hal yang selalu membuat saya penasaran selama ini, apa sih yang mereka tawarkan kepada para pendaki yang membuat mereka berani menaruh harga semahal itu?Dua hari pendakian itu menjawab rasa penasaran saya.And well, I admit that  983 MYR is worth that journey.

Pengelolaan perjalanan dan fasilitas yang tersedia di gunung Kinabalu ini benar-benar membuat pendakian 4085,2 mdpl ini menjadi mudah, bahkan bagi pemula sekalipun (well, not that “easy” actually).  Mulai dari fasilitas transportasi dan jalan yang sangat baik hingga ke kaki jalur pendakian, guide yang professional, informasi perjalanan yang jelas dan terstruktur dengan baik, fasilitas toilet dan shelter di setiap 500m-1 km di sepanjang track, track yang bersih, konsumsi yang baik (sangat sangat sangat sangat baik bahkan :D), dan tentu saja kasur yang hangat sebelum summit attack adalah kemewahan luar biasa yang belum pernah saya rasakan selama ini. Lalu saya pikir dengan semua keterpaduan ini, pantas saja Malaysia lebih diatas dari Indonesia dalam hal pariwisata.

"Kapan ya tempat-tempat wisata di Indonesia bisa seperti itu?"
Pertanyaan tersebut mengendap lekat dalam pikiran saya selama perjalanan itu. Apa yang menghalangi kita bisa seperti itu?

Dari apa yang saya perhatikan selama perjalanan tersebut, ada dua hal yang menurut saya sangat berperan dalam prestasi tersebut. Pertama, dukungan penuh dari pemerintah, kedua, masyarakat yang bersikap terbuka terhadap perubahan dan peduli akan pentingnya pariwisata terhadap pertumbuhan Negara mereka. Dua hal yang Indonesia tidak (belum), miliki.

Pemerintah Indonesia tentu saja sudah memberikan perhatian besar dalam bidang pariwisata, hanya saja menurut saya, banyak fitur-fitur dari sistem tersebut yang belum terpenuhi. Satu contoh simple saja, akomodasi transportasi. Kebanyakan tempat-tempat wisata Indonesia sulit dijangkau, entah karena kurangnya kendaraan, atau keadaan jalan raya menuju sana yang buruk. Satu contoh kecil lagi, sistem informasi. Sekalipun Informasi-informasi banyak tersaji, saya belum menemukan sebuah portal informasi resmi  di Indonesia yang terpadu dan lengkap. Padahal Indonesia memiliki banyak pengiat-penggiat industri pariwisata yang siap bekerja demi tujuan tersebut. 

Dibanding dengan satu dekade lalu, tentu saja jumlah orang yang sadar dan peduli dan ikut meramaikan industri pariwisata ini meningkat tajam. Tapi persentase orang yang sadar dan peduli dibandingkan dengan yang masih “awam”? Masih kalah jauh loh. Kita masih sering menemukan orang yang tidak menjaga tempat-tempat wisata, mencoret-coret, meninggalkan sampah, merusak. Masih sering juga menemukan oknum-oknum yang senang mempersulit para pelancong : memaksa-maksa menggunakan fasilitas mereka, memberi informasi yang menyesatkan, menjahati orang yang tidak memberikan keuntungan apa-apa, pemalakan, dan sejenisnya.

Kenyataannya, jalan menuju "Negara Pariwisata" itu masih panjang. Lalu, kontribusi apa yang bisa kita berikan?

Jumat, 05 Juli 2013

~

"You can write any time people will leave you alone and not interrupt you. Or rather you can if you will be ruthless enough about it. But the best writing is certainly when you are in love."- Hemingway
  
May I need to find somethings new (or someone) to be in love with.