Rabu, 28 September 2011

Kapan Lulus?

Tiba-tiba sekarang semua orang disekeliling saya punya pertanyaan favorit untuk saya
:  "kapan lulus??"
Mudik lebaran pulang rumah, "kapan lulus?"
Reuni SMA, "kapan lulus?"
Ketemu teman satu perjuangan waktu tahun pertama, "kapan lulus?"
Kumpul keluarga besar, "kapan lulus?"Bahkan kenalan sama orang baru pun, pertanyaan keduanya adalah "kapan lulus?", setelah pertanyaan pertama "kuliah tingkat berapa?"

Dan saya selalu dengan jawaban klasik, "pada waktu yang tepat". Hehe.
Doakan saja deh.Ini masih dalam perjuangan .:D


"Lalu kapan saya akan di wisuda ?
adik kelas sudah lebih dulu.
Hati cemas merasa masih begini,
teman baik sudah di D.O.

Orang tua di desa menunggu,
calon istri gelisah menanti.
Orang desa sudah banyak yang menunggu,
Aku jadi kepala desa.

Tolong diri ku,
koboi kampus yang banyak kasus.
Hati ku cemas,
gelisah sepanjang waktu-waktu ku.

Kalau bisa bantulah aku,
ingin jadi apa adanya.
bagaimana begitu saja,
nanti kayak bapa di bali." 

Koboi Kampus -The panas Dalam


*sedih gara-gara lagi marak status tentang sidang dan kelulusan dan liat foto-foto beberapa orang teman ditempat kerjanya yang baru diluar sana, hehe.
selamat deh buat semua teman-teman yang wisuda kloter oktober !:D

Dongeng dari Jendela Kereta

Menonton pemandangan dari jendela kereta seperti menonton film animasi singkat tanpa suara, seperti film bisu. Ceritanya berganti-ganti dengan cepat, tiap scene hanya bisa dinikmati beberapa detik, kecuali waktu kereta berhenti cukup lama ketika menunggu kereta lain lewat atau saat berhenti di stasiun.Dan aku menyenangi pemandangan itu, tapi hanya untuk ku tonton dari jendela kereta.


“Darimana nak?”

Satu pertanyaan terlontar dari ibu paruh baya dibangku depan.Dia menggunakan rok dengan panjang beberapa cm dibawah lutut, kemeja lengan pendek dengan warna senada. Rambutnya disanggul rendah.

“Bandung bu..”

“oh..”,si Ibu membalas dengan reponse singkat.


Aku membalas response ibu itu dengan senyum ringkas,  maaf, saya tak terbiasa mengobrol dengan orang asing. Aku kembali melempar pandangan keluar jendela.

Sebuah pemandangan dipampangkan,

Sekumpulan Ibu-ibu menyuci dikali, airnya kecoklatan. Mengingatkan pada kopi hitam yang diaduk dengan creamer, tapi mesti aromanya tak sama.

Selang beberapa detik lalu berganti adegan,

Melewati pemukiman dengan rumah-rumah identik berdempetan satu sama lain.: genteng-genteng berjamur dan melapuk. Halaman belakangnya menghadap ke rel kereta, kamar mandi tanpa atap dan jemuran pakaian.Antara halaman belakang rumah yang sempit dan rel kereta dipisahkan oleh kali kehitaman dengan sampah mengapung dipermukaan, menumpuk dibeberapa tempat, menimbulkan busa-busa  kekuningan disekitarnya.

Lalu berganti lagi,

Anak-anak kecil bermain, bertelanjang kaki bermain bola dilapangan luas yang rumputnya tumbuh tak beraturan, atau mengejar layangan putus bersama-sama, saling meneriaki satu sama lain bertarung untuk lebih dahulu mendapatkan layangan.

Mereka yang hidupnya dipinggir rel kereta, beberapa kali sehari mendengar suara kereta meraung-raung.Dilahirkan dan dibesarkan ditempat yang sama, suara kereta yang meraung-raung menjadi makanan sehari-hari. Realita yang mewujud dongeng bagiku. Yang hanya menontonnya dari jendela kereta saat sesekali aku harus menggunakan kereta untuk keluar kota, tanpa pernah benar-benar bersentuhan. Terkadang dongeng itu disempilkan dalam artikel-artikel singkat dikoran atau ditayangkan beberapa menit ditelevisi. Kadang-kadang dipamerkan di foto-foto dalam pameran sosial, atau di publikasi kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan segelintir orang.Disaat-saat senggang kujadikan bahan perbincangan dengan teman-temanku,  saling menyatakan simpati,  lalu hilang terlupakan saat kembali tenggelam dalam rutinitas.

Terkadang ceritanya menjemu, berjam-jam melewati hutan karet dan sawah.Adegan ini bisa dilewatkan dengan tidur.

Terkadang lagi, adegan sinetron yang mewujud realita.

Seperti sebuah momen mempertontonkan pasangan muda-mudi usia nanggung diatas motor tua, bercengkrama menunggu kereta lewat dipersimpangan.Lelaki berkata sesuatu, gadis tersenyum malu-malu lalu mencubit pinggang lelakinya. Si pria pura-pura kesakitan tapi raut muka kesenangan.

Tapi aku tidak pernah menonton semua pemandangan ini dari kereta ekonomi, ini pertama kalinya.

Kereta ekonomi dan stasiunnya sama dongengnya dengan perumahan pinggir rel kereta untukku.Apa yang hanya kutonton dari layar kaca dan kubaca dari artikel singkat di koran.Bahan perbincangan diantara teman-teman terkadang. Dan hanya sebatas menjadi perbincangan,tak lebih.Berita-berita kejahatan, atau kecelakaan membuatku untuk tak tertarik untuk masuk terlibat kedalam dongeng itu.

Kemudian seorang teman menantangku,

"Halah, Lo selalu aja pake jasa agen wisata tiap kali mau jalan.Lo tinggal datang dengan barang-barang lo, duduk manis, dan semuanya udah disediain.Nyampe ditempat foto-foto,trus udah balik Apa serunya sih?Nonsense tau semua pengalaman lo.Semua orang juga bisa kalo punya duit"

"yang ga nonsense apa dong?"


"cobalah, sesekali jalan-jalan sendiri, pake transportasi rakyat,kereta ekonomi tuh, cobain pengalamannya"


Dan dia berhasil membuat aku tertantang.Disebuah akhir minggu, aku mengemas pakaian untuk 2 hari perjalanan, lalu berangkat ke stasiun khusus kereta ekonomi. Di stasiun aku memilih tujuan sebuah kota wisata yang belum pernah kukunjungi, acak, karena kereta itu yang jadwalnya tidak membuatku harus menunggu terlalu lama.Keberuntungan pemula tampaknya, sehingga aku mendapatkan tempat duduk disaat kereta penuh sesak dengan penumpang, hingga bahkan lorong keretapun sulit dilewati karena dipenuhi penumpang-penumpang yang berdiri.


Aku merasa seperti Alice in the wonderland.Tiba-tiba masuk kedalam dunia yang selama ini hanya kubaca di buku. Tapi wonderland yang kutemui bukan tempat ajaib dimana ada bunga-bunga raksasa, manusia-manusia cebol, atau kacang-kacang ajaib.

 Yang kulihat adalah Manusia-manusia berdesakan. Aroma-aroma menguap bercampur baur : aroma tubuh, aroma parfum, aroma makanan dan minuman dari penjual asongan, aroma minyak kayu putih (ada yang mabuk mungkin).Udara memekat, jenuh.Wajah-wajah kegerahan menahan panas dengan keringat mengalir deras dipelipis,menumpuk diujung hidung dan  diatas bibir. Aku merasakan keringat mengalir dipunggungku digaris tulang belakang, dan disela paha.

Daging-daging manusia beragam jenis pekerjaan dan sifat. Gadis muda pekerja pabrik, Bapak tua pensiunan tentara, Ibu penjual pasar, Lelaki usia tanggung, bertato entah bekerja apa, anak-anak pengemis, pedagang asongan, seorang bapak mesum yang memanfaatkan kesempatan seperti ini meraba gadis yang sedang tergencet keramaian (aku melihatnya dengan jelas, si gadis tampak tidak menyadari karena terlalu ramai).

Beberapa meter dariku ada seorang ibu-ibu muda berdiri yang sedang menggendong anaknya,mati-matian melindungi anaknya agar tak tergencet keramaian.Tidak jauh dari sana seorang ibu tua berdiri, bersandar pada sandaran kursi, kedua tangannya mengenggam sandaran kursi diseberangnya.Semua orang bertahan dengan posisi ternyamannya, tak ambil peduli.

Aku memperhatikan, tapi sama saja dengan mereka yang tak memperhatikan, atau yang memperhatikan tapi pura-pura tak tahu, aku tak berbuat apa-apa.Mereka terlalu jauh dari tempat dudukku.Tapi tidakkah itu cuma alasan yang kuciptakan?Akhirnya aku tak berbuat  apa-apa.Hanya duduk manis menyaksikan semua dongeng-dongeng yang selama ini hanya kubaca dari berita-berita.Dan sekalipun aku berada disini,aku seperti berada didunia yang berbeda.Kurasakan selongsong kaca muncul membatasi diriku dengan segala sesuatu disekeliling.Atau mungkin aku yang secara sengaja menumbuhkan selongsong itu?
Karena tanpa sadar pikiranku mengatakan ini bukan duniaku dan orang-orang ini bukan bagian dari duniaku?karena kudapati dongeng layar kacaku tak sedramatis dan se-heroic yang kupikirkan saat aku harus menjalaninya sendiri?
Mendapati pikiranku berpikir seperti itu aku tersenyum mengejek diriku.
Pathetic.Bukankah kamu orang yang mudah bersimpati dengan orang lain?masih cukup simpatimu sekarang dalam keadaan seperti ini?

Dan aku kalah di babak pertama dongeng ini.Aku si superior di keseharianku : si pintar yang baik hati, berdedikasi terhadap apa yang kukerjakan, teman yang menyenangkan, supel, dermawan.Not a narcissist, but people around me said that.Hari ini aku hanya bisa jadi orang yang tak berarti tak melakukan apa-apa di dunia dongeng ini. Dalam keadaan serba terbatas, aku menjaga mati-matian agar kenyamanan yang kudapatkan dengan susah payah tak dirampas.Semua sifat egois dan apatis mengapung kepermukaan.Dan meskipun ada sedikit perasaan bersalah dan malu muncul , tetap saja aku tak berusaha mengubah keadaan.Dan aku menajdi bukan siapa-siapa, sama saja seperti orang lainnya.

Aku melirik ke arah ibu yang tadi.Ternyata dia masih memandangiku.Si ibu tersenyum, aku membalas tersenyum.Tampaknya ingin mengobrol.

Perbincangan dengan orang asing adalah benda langka ditransportasi publik kelas bukan ekonomi. Lihat di Bandara,travel,atau stasiun.Orang-orang duduk diruang tunggu, menyibukkan diri dengan aktifitas masing-masing : gadget, majalah, buku.Lalu kendaraan
datang, orang-orang berdiri mencari tempat duduk masing-masing. Sistem-sistem diatur agar penumpang merasa senyaman mungkin, tidak pernah terlihat overkapasitas.Selama mereka sanggup membayar tarif yang ditetapkan.Diperjalanan, penumpang kembali menyibukkan diri dengan aktifitas masing-masing.Begitu hingga sampai di tujuan.Tak berinteraksi satu sama lain


"mau kemana bu?" aku akhirnya memaksakan diri berbasa-basi, menepis rasa bersalah yang menyeringai lebar.

"pulang kampung neng.."

"oh, ibu tinggalnya dimana?"

 Dalam 5 menit percakapan pertama aku sudah mendapatkan data-data yang dibutuhkan tukang sensus. Daerah domisili, pekerjaan, jumlah anak, keadaan ekonomi keluarga.15 menit berikutnya, aku sudah tau silsilah keluarganya beberapa generasi dan konflik-konflik didalamnya.Anaknya menderita kaki gajah, suaminya pergi entah kemana.Anaknya ditinggal dikampung bersama orang tuanya dan dia bekerja bekerja di sebuah pabrik di Bandung untuk membiayai perawatan anaknya.Tiap minggu dia pulang, dengan kereta ekonomi, karena hanya itu kapasitasnya.Dongeng yang biasanya hanya kubaca dari berita.

Sesaat seperti ada yang mengetuk di pintu simpati.Tapi sesaat lagi kusadari aku tak bisa berbuat apa-apa.Kudapati semua dongeng-dongeng itu mewujud realita dan aku tak sanggup menerimanya.Kubayangkan penumpang yang disebelah ku, dibangku yang lain, orang-orang lain dikereta ini, apa lagi ceritanya?Dongeng mana lagi yang akan kudapati mewujud realita?Dan pun saat aku mengetahui bahwa itu realita, adakah yang bisa kulakukan?adakah yang bisa kuubah? secicip rasa menghimpitku.You can't change anything, you are nothing.

Kudengar beberapa orang bercerita disekitarku, membumbuinya dengan humor-humor ironis,menghasilkan tawa-tawa ironis.Seolah menyampaikan padaku,

"kami tak butuh simpati anda tuan,kami tak butuh orang yang mengasihani kehidupan kami  atau mendramatisir realita hidup kami,kami bukan objek"

Tergugu, kupastikan selongsong kaca ini tertutup rapat tanpa celah.

"Kenapa, alergi ya ternyata?"
"damn, diam kau!"
Dunia sempurnaku meretak.Dongeng itu nyata.Semua terpapar apa adanya tanpa butuh interpretasi macam-macam,sederhana saja. Sayangnya semua kesederhanaan ini ternyata terlalu banyak bagiku.
"diamlah,please.."

S
i ibu mengakhiri ceritanya, dan kututup perbincangan dengan senyum tipisku.Kami sama-sama melempar pandangan keluar jendela,sama-sama menjaga diri dalam diam.Mestinya dia mengerti, aku hanya seorang asing yang bukan siapa-siapa, yang kebetulan duduk sebangku dengannya pada kereta ini yang tidak bisa membantunya apa-apa.Jika lain kali kami bertemu, kami mungkin akan berkenalan lagi dari awal, lupa pernah berbincang suatu saat diwaktu lalu.Atau mungkin juga justru karena aku seorang asing yang bukan siapa-siapa dalam hidupnya, dia dapat dengan mudahnya menceritakan semua hal dalam hidupnya.Hanya sekedar melepaskan sesak yang disimpan dalam diam, karena kesehariannya tidak menyisakan ruang untuk bercerita atau mengeluh.

Aku semakin mengkerut dalam selongsong kacaku, menjaga jarak sejauh mungkin dari segala sesuatu yang ada disekelilingku saat ini tapi sambil tetap memasang senyum tipis.Awas agar tak ada orang yang mendapatiku ketakutan karena dongengku mewujud realita.Aku ketakutan akan keterbatasan.Ketakutan andai suatu saat keterbatasan mengambil kebahagiaanku. Ketakutan menyadari keterbatasan memaksa apatis dan egois mengendalikan tindakanku, karena aku takut tak mendapat bagian.

Kemudian kami larut dalam diam.Beberapa saat si Ibu sudah tertidur sambil memeluk erat tasnya.Aku masih memandangi adegan-adegan berganti diluar jendela.Kereta memelan, memasuki sebuah stasiun.Stasiun tua di sebuah kota yang terasa tua. Rel-rel berkarat, tiang-tiang berkarat, bahkan udarapun terasa berkarat

Sebagian besar penumpang distasiun ini sehingga kereta jadi melompong.Aku pindah duduk kebarisan bangku seberang didekat pintu yang kosong.Mencari sedikit ruang privasi.Aku setengah sadar ketika kereta mulai berjalan pelan meninggalkan stasiun, mulai mengantuk.Tasku kutaruh dipangkuanku untuk bantalan.Saat keadaan setengah sadar menahan kantuk itu tiba-tiba kurasakan ada yang menarik tasku.Butuh waktu beberapa detik sebelum aku berteriak maling, dan si maling sudah loncat keluar kereta sebelum ada yang berhasil menangkapnya.Kereta melaju semakin kencang, dan aku tidak mungkin ikut loncat mengejar si maling.

Oke.Babak apalagi ini?

Orang-orang mengerumuniku, bertanya macam-macam, sementara aku masih diam karena kaget. Antara percaya dan tidak aku sedang berada disebuah kereta dikota yang berjarak belasan jam dari kotaku, tidak mengenal siapa-siapa, dan tidak punya apa-apa.Dan tiba-tiba
dalam babak ini aku menjadi tokoh , si lemah yang dijahati dan menunggu seseorang datang membawa keajaiban.

Oke, mana keajaibannya?mana pahlawannya?Hayolah datang, save me.

 Bodoh.

Lalu aku pulih dari linglungku.Sadar orang-orang mengerumuniku.Aku kegerahan, pertanyaan-pertanyaan dan simpati yang tak membantu.

"oh, udah pak, ga papa, nanti saya lapor aja sama polisi distasiun berikutnya.."

Dan setelah beberapa basa-basi dan memperlihatkan bahwa aku dalam keadaan tenang, aku berhasil membubarkan orang-orang yang mengerumuniku.Aku diam sambil memikirkan apa yang harus ku lakukan begitu sampai dikota tujuanku.Damn.semestinya aku tak meresponse tantangan itu.Harusnya kubiarkan saja semua ini tetap menjadi dongeng bagiku.

Si ibu yang tadi berbincang denganku ternyata sudah duduk disampingku.

Dia tersenyum tipis sebelum berbicara, mungkin itu kebiasaannya.Aku baru memperhatikan bahwa dia tidak menggunakan lipstik, tidak juga bedak.Tidak punya anggaran untuk hal-hal sekunder seperti itu mungkin.

"apa aja yang ilang?"si Ibu bertanya

"semuanya bu, cuma tinggal sedikit uang disaku saya.."

" nanti dikota mau gimana, ada kenalan?"

"enggak bu, nanti paling ke kantor polisi aja, minta bantuan buat tiket balik, nanti aku langsung balik aja ke bandung..."

"oh.."



Si Ibu tidak bilang apa-apa lagi, dan kami kembali dalam diam.Beberapa saat dia minta izin kembali ke bangku dia duduk semula.

Kereta memasuki stasiun akhir, kota tujuanku.Lajunya terus semakin pelan lalu akhirnya berhenti.Orang-orang sibuk bersiap turun.Si ibu juga mengemasi barang-barangnya dan bersiap turun.Aku masih duduk di bangkuku. Kutunggu hingga kereta sepi, tidak ada yang kukejar lagi.Si ibu juga belum turun.Lalu aku berdiri dan si Ibu juga ikut berdiri.Dia berjalan terlebih dahulu menuju pintu, tetapi kemudian kembali lagi menghampiriku.

" ini nak, uang cuma sedikit, tapi cukup buat makan hari ini dan balik lagi ke bandung.."

"ah Ibu, ga usah..nanti aku minta tolong ke polisi aja"

"gapapa kok neng, orang kesusahan ya harus dibantu, walau ga bisa bantu banyak.."


 
aku diam, ragu sesaat.

"kenapa?bukannya ini yang kamu tunggu-tunggu dari tadi?seseorang yang datang tiba-tiba dengan bantuan?

"kupikir kisah penyelamat itu cuma dongeng yang diceritakan sebelum tidur, aku tak mengharapkannya datang"

"Memang apa yang kau harapkan akan datang?super hero berjubah dengan senyum menawan dan sifat tanpa cela?"

"..."

"You are nothing"


"Gapapa neng, terima aja.."


dia menaruh uang tersebut dalam tanganku, dan memaksaku mengenggamnya

 "makasih bu..." lirihku.

Dan si ibu membalas dengan senyum ringkas, sambil beranjak pergi turun dari kereta.Aku masih terdiam, kudapati diriku masih kalah dan menjadi seseorang yang bukan siapa-siapa hingga akhir babak dongeng ini.Saat hendak turun dari kereta, aku baru sadar aku bahkan tak tahu siapa nama ibu itu dan dimana alamat rumahnya dikota ini atau dibandung.




Selasa, 27 September 2011

Rumah Buku/Kineruku

Recommended place buat yang doyan buku, film, dan musik, tapi ga punya uang banyak :

Rumah Buku/Kineruku
Alamatnya di Jalan Hegar Manah 52.
Kalo dari arah gerlong, pertigaan Mc-D belok kiri ke jalan hegar manah.Lurus terus ketemu pertigaan,ambil kanan terus ke atas. posisinya sebelah kanan jalan.Tempatnya tidak begitu mencolok, sekilas seperti rumah biasa.Cuma ada tulisan kecil "rumah buku" didepan rumahnya.

Tempatnya berada dikomplek perumahan yang jauh dari keramaian sehingga ga bising.Ada beberapa sofa disediakan buat pengunjung yang mau baca ditempat.Nah, tempat kesukaan saya diteras belakang, karena udara lepas dan halaman belakang yang luas bikin suasananya jadi segar dan enak buat baca atau mengerjakan sesuatu dengan laptop.
Buat yang mau bawa pulang, mesti jadi member dulu dan bayar uang sewa yang tarifnya berbeda-beda berdasarkan jenis buku.Tapi ga semua koleksi boleh dibawa pulang, ada beberapa yang cuma boleh dibaca ditempat.Koleksi filmnya juga gitu, ada beberapa yang cuma boleh di tonton di tempat . Ada home studio nya buat yang mau nonton film di tempat.Tarifnya 10K untuk 1 orang, dan 15K untuk berdua.Di rumah buku juga menyediakan makanan dan minuman, harga terjangkau, tapi pilihannya ga terlalu banyak.

Karena disana ga boleh ngambil foto disana, dan saya sebagai member yang baik mematuhi aturan, jadi ga bisa nunjukin fotonya.hehe.Yang penasaran Mangga ke situsnya kalo mau liat-liat..Koleksinya oke punya lah,sangat direkomendasikan.Silahkan dicek didaftar koleksi yang ada di situs.


Senin, 26 September 2011

Jalan-jalan ke Braga Festival

Akhirnya  datang juga ke Braga Festival minggu malam kemarin. Penuh sesak dengan orang, tampaknya karena malam penutupan jadi massanya membludak. Tapi rasanya tidak ada yang begitu istimewa. Ada galeri-galeri foto di sepanjang jalan, beberapa motor-motor antik yang dipajang dibeberapa spot, 2 panggung, dan penjual-penjual kaki lima dipinggir jalan Tidak begitu sesuai dengan ekspetasi saya sih.Saya pikir akan ada banyak karya yang dipajang kayak waktu dipasar seni ITB, sayangnya ga.Akhirnya cuma menonton keramaian dan artis yang manggung (penampilan artis-artisnya oke sih) sambil moto-moto sedikit nyobain kamera pocket saya yang baru.hehe






celebrate, celebration

"Why human do celebration?"
saya sedang berdiri ditengah keramaian sebuah acara pernikahan disebuah gedung yang didekor dengan apik, dengan penerangan satu lampu halogen per luas area 1 meter persegi, dengan suksesnya menimbulkan kesan mewah,nyobain hidangan ini itu yang enak-enak,sesekali memperhatikan pengantin wanita yang super cantik dengan dandanan dan pakaian berkilau-kilau.Dan lalu pertanyaan random itu tiba-tiba muncul dikepala saya.
Pikiran saya lalu jalan-jalan ke beberapa waktu lalu saat idul fitri.
Seperti kebanyakan keluarga lain, biasanya anggaran keluarga saya membengkak waktu lebaran Idul fitri.Kebetulan ibu saya tipe ibu-ibu aliran konservatif dalam artian harfiah yang kalo lebaran pengennya segala sesuatu maunya baru : baju baru, sepatu baru, mukena baru, sampe taplak meja kalo bisa juga baru. Masak serba-serbi dengan kuantitas berlebih.Ditambah lagi dengan ongkos pulang kampung yang harganya menguras kantong.Demi yang namanya lebaran. Yap,that was the way we're celebrating Lebaran.
different question,same line,
 "budaya mana ya, yang ga punya tradisi perayaan?"
Dari utara,selatan,barat,timur, semuanya punya tradisi perayaan.Dari jaman dahulu-dahulu sekali.Nambah jaman perayaannya makin bervariasi.Coba jaman sekarang, apa yang ga dirayain?Lahiran dirayain, ulang tahun dirayain, lulus sekolah dirayain, wisuda dirayain, nikahan dirayain,punya cucu dirayain. Di beberapa budaya di Indonesia, bahkan udah masuk kubur pun masih dirayain.
Saya lalu melontarkan pertanyaan ini di social network,3 teman meresponse pertanyaan saya :
#B'coz there is something special in every event ..?
#Sebuah bentuk ekspresi..tidak lebih...
#Karena ga  ada selebrasi gol yg tercipta jadi biasa.,dan biasa itu GA KEREN BGT!

Dengan anggapan semua pendapat yang dikasih teman-teman saya itu benar dan karena hampir semua orang dibumi ini dari jaman dahulu hingga sekarang melakukan perayaan,saya simpulkan manusia (normally) memiliki keinginan membuat spesial setiap moment dalam hidupnya, mengekspresikan rasa,dan selalu ingin membuat hidupnya menjadi lebih dari sekedar biasa .
Tidak ada yang ganjal toh, sifat-sifat yang sangat normal dan dapat diterima.
Tapi begini, perayaan itu identik dengan menghabiskan uang.Lebih sedih,kalo kita melakukan perayaan diluar kapasitas kita, menguras kemampuan kita untuk membuat perayaan.
 Apa iya kita mesti memboroskan uang untuk membuat sebuah moment "terlihat spesial dimata orang lain ",atau untuk mengekspresikan rasa kita,atau untuk membuat sesuatu menjadi luar biasa?
 saya kasih 3 argumen
Pertama memboroskan uang adalah kesia-siaan
Kedua, kalaupun kita ga bermasalah dengan keuangan, bukankah semua uang yang kita keluarkan itu kita ubah menjadi bentuk materi? semua materi berasal dari alam, lalu setelah dipakai biasanya si materi berubah bentuk menjadi materi sampah yang merupakan materi yang tak berguna. bukannya kita membuat bumi ini semakin "kurus", dan semakin penuh dengan barang tak berguna?
Ketiga, bukannya semua hal itu ujung-ujungnya hanya menjadi kepuasan "semu" yang sifatnya sangat sementara?
Salahkah tradisi perayaan?
Tampaknya perayaan bukan cara yang salah juga untuk mengekspresikan rasa,tapi mungkin yang perlu kita evaluasi lagi bentuk perayaan yang kita bikin.Sesuai kapasitas kitakah?Lalu, makna dari perayaan itu sendiri kita benar-benar dapat?
Sayang dong kalo kita melakukan perayaan cuma karena tradisi,apalagi sampai memaksakan diri.(Paling ngenes itu budaya peringatan kematian ,.Apalagi kalo keluarga yang ditimpa kemalangan dari ekonomi lemah.Hadeh, udahlah ditinggal orang yang disayang, mesti utang sini situ buat memperingatinya). Lebih sayang lagi, kalo kita melakukan perayaan cuma untuk melihatkan kemampuan keluarga kita sama orang lain.hadoh...
Pengertian kamus-ly dari perayaan adalah pesta (atau keramaian) untuk memperingati sesuatu.Bedakan dengan merayakan yang artinya memuliakan (memperingati, memestakan) hari raya (peristiwa penting)Kata dasarnya sama-sama raya, tetapi arti kata dan jenis katanya berbeda, yang satu benda, yang satu lagi kata kerja.
Bukankah sebenarnya tujuan kita dengan semua perayaan-perayaan itu adalah merayakan atau memperingati momen dalam hidup kita?Banyak alternatif toh buat merayakan moment dalam hidup kita selain membuat perayaan.
Dan kalaupun perlu untuk membuat perayaan,tidak ada salahnya mencukupkan diri dengan membuat perayaan yang sederhana,toh ada banyak cara untuk membuat sebuah perayaan lebih bermakna daripada sekedar pernak-pernik kemewahan.
So, what way will you choose to celebrate your life? celebration?

Pizza Time :D








Udah jarang banget jalan ber-3 bareng dinna dan yostal.Yostal lagi sibuk-sibuknya ngelarin TA. Akhirnya kemarin keluar bareng nyari makan malam.Pizza paket hemat, delight porsi ber 2 dimakan ber-3 :D


twilight..





Selasa, 13 September 2011

Little Gheny










my eight months step niece, gheny khaira.
Karena kedua orang tuanya bekerja dari pagi sampai sore, si baby dititipin di rumah dan diasuh oleh ibu saya.Liburan lebaran kemarin saya menghabiskan waktu sepanjang hari menggantikan kerjaan ibu.Dan karena dia jarang menangis,tidak rewel, dan very very cute, ini jadi pekerjaan paling menyenangkan sedunia.*bekal masa depan,hehe*
I know that my mother always felt lonely since her daughter's life away from her.and that always makes me feel bad.But I found my mother happier since the baby's presence.and that's good.God bless the child!





Dieng Plateau







i always in love with this hidden beautiful village.
the sun, the air, mountains, the culture, the peoples. old wisdom that float in the air.

Weird Doll


 
It's a reallyreally weird doll.but because i've made it my hand, i prefer to said it's cool.hihi.
i was thing about made any special gift for my buddies graduation.and then i've got this idea after read a book about creative design product.i've made it from old clothes no longer i use, so i don't cost much.i just have to spend much time sewing.

this is my first,i will make some other.
don't you thing it's cool?haha 

Out of your comfort zone girl!

Saya berada dalam zona super-super nyaman sebulan ini, dan akibatnya saya sedang menjadi seorang super super pemalas.ide-ide mengapung ke permukaan tapi tidak satupun dituliskan dan direalisasikan, cuma jadi draft tanggung yang menunggu di rampungkan.Dan begitulah, zona nyaman memang paling ajib dalam kemampuan mematikan keproduktifan.

there is no growth in your comfort zone, and there is no comfort in gworth zone.