Selasa, 31 Desember 2013

Manajemen Perjalanan, Penting!

Selang sehari setelah perjalanan ke Ranu Kumbolo bersama teman-teman kantor, saya diberi kabar bahwa ada seorang pendaki yang meninggal dalam perjalanan berangkat di pos watu rejeng, 6 km dari gerbang pendakian. Kabarnya kelelahan. Pendaki berusia 50 tahun-an.Semeru memang sedang tidak bersahabat ketika kami kesana, hujan sepanjang perjalanan. Di Ranu Kumbolo bahkan kami diterpa hujan angin. Untungnya teman-teman yang saya bawa kesana walaupun baru pertama kali melakukan kegiatan treking, tidak manja dan tidak banyak mengeluh.

Dihari yang sama kemudian saya mendapat kabar bahwa di gunung Gede juga ada yang meninggal, seorang pendaki yang masih muda dalam sebuah rombongan berjumlah besar. Meninggal di pos Kandang Badak (+/-6 jam perjalanan dari gerbang pendakian), indikasinya terserang Hipotermia.

Dua berita ini mengingatkan saya, pada kejadian bulan lalu,  operasi SAR dilakukan untuk mencari seorang pendaki, anak ITB 2008 yang hilang di Gunung Kendang daerah Pangalengan saat mendaki sendirian. Survivor akhirnya ditemukan dalam keadaan tak bernyawa setelah lebih dari 3 minggu proses pencarian.

Berita-berita ini membuat saya sedih. Saya masih ingat betul bagaimana rasanya kehilangan teman saat berkegiatan di alam bebas. (Semoga keluarga dan teman-teman yang ditinggalkan dikuatkan)
Juga menimbulkan pertanyaan, ada apa ya dengan tingginya frekuensi kecelakaan di alam bebas belakangan?

***

Semua orang yang memutuskan untuk berkegiatan di alam bebas (semestinya) tahu bahwa kegiatan ini berisiko tinggi.  Resiko terburuk yang kita hadapi adalah kehilangan nyawa. Ketahanan fisik dari pelaku adalah salah satu syarat, tapi tidak cukup itu saja, pelaku kegiatan harus memiliki kemampuan dasar untuk berkegiatan di alam,juga kemampuan memanajemen perjalanan termasuk didalamnya safety procedures. Atau setidaknya, didampingi oleh orang yang memiliki kemampuan tersebut.

Tapi trend travelling belakangan membuat aktivitas outdoor seperti hal "mudah". Dapat dilakukan oleh siapa saja kapan saja. Sementara tidak semua orang memiliki pengetahuan tentang safety procedure kegiatan di alam bebas, akibatnya resiko-resiko terabaikan.  Barulah saat keadaan darurat terjadi, panik, tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Contoh sederhana, seperti pemilihan alas kaki. Dalam perjalanan ke Ranu Kumbolo kemarin saya menemukan banyak sekali yang mendaki dengan sendal jepit, beberapa yang saya temukan tidak menggunakan alas kaki, karena putus dalam perjalanan. Sementara trek pendakian licin sekali karena hujan sepanjang waktu. Resikonya : jatuh, terinjak duri, digigit binatang.Sia-sia sekali.

Contoh lain yang saya temukan, para pendaki yang hanya menggunakan daypack biasa dan tidak menggunakan rain cover.  Syukur-syukur jika masih membungkus pakaian-pakaian dengan kantong plastik, kalau tidak?  Mau menggunakan apa untuk malam hari?

(Belum lagi bercerita tentang para pendaki yang meninggalkan sampah di sepanjang jalur pendakian.Rrrr)

Saya sendiri juga masih sering lalai dengan persiapan perjalanan dan safety procedure,  baru ketika perjalanan dilakukan celah-celahnya kelihatan. Menghadapi kerepotan-kerepotan yang tidak perlu karena kurangnya persiapan bukan hal menyenangkan. Untungnya masih dilindungi, meskipun sempat beberapa kali mendapat kecelakaan ketika berkegiatan, hamdallah tidak ada yang berdampak parah

***

Lalu kalau sudah mempersiapkan perjalanan sedemikian rupa apa berarti perjalanan bebas resiko kecelakaan? Sayangnya tidak. Fungsi persiapan perjalanan yang baik hanyalah meminimalisir resiko tersebut. Membekali diri dengan pengetahuan, hingga ketika keadaan-keadaan terburuk terjadi kita tahu bagaimana harus menghadapinya.

Jika malas untuk  mencari ilmunya, setidaknya mintalah untuk ditemani oleh orang yang mengerti. Jangan nekat. Nyawa itu mahal.

Tidak ada komentar: