Selasa, 01 Oktober 2013

Catatan Perjalanan Kinabalu (Hari Kedua)

Jumat, 6 Juni 2013

Keesokan harinya kami mulai bersiap-siap packing setelah solat subuh, lalu ke ruang makan untuk melihat sarapan apa yang tersedia. Sarapan include dengan biaya penginapan, tentu saja sarapan alakadarnya yang semuanya self service. Bahkan jika kehabisan alat makan bersih pun kita harus mencuci sendiri di dapur. Menu yang tersedia pagi itu yaitu roti, telur rebus, dan minuman-minuman instan sachet. Saya, dinna dan yostal memilih keluar mencari sarapan yang bisa memberikan lebih banyak bekal tenaga hari ini, sambil melihat-lihat kota.



Kota kinabalu terlihat berbeda ketika pagi hari. Kota ini cukup besar dengan jalan-jalannya lebar walau tidak terdapat pemandangan gedung-gedung tinggi. Bangunan-bangunan di sekeliling terlihat tua dan ttmosfer sekitar terasa pelan, seperti Jogja. Rasanya kota yang sangat cocok untuk para pensiunan. Kami keluar pukul 06.00 dan toko-toko masih tutup. Terdapat beberapa rumah makan yang sudah buka tetapi masih sepi pengunjung. Hasil observasi singkat membuat saya menyimpulkan bahwa Mayoritas penduduk disini adalah chinese dan melayu, hampir semua toko menggunakan 2 bahasa tersebut pada plang namanya. 

Kota Kinabalu terletak di pinggir laut, tetapi memiliki banyak bukit-bukit kecil di tengah kota. Di salah satu sisi kota terdapat satu teluk kecil yang sempit dan cukup panjang, seperti sungai ditengah kota. Landcape, bangunan-bangunan, dan penduduk kota ini mengingatkan saya pada kampung Nias di Padang. Kami memilih  sebuah restoran yang terlihat menarik dan dengan baiknya pelayan toko mengingatkan kami bahwa makanan yg mereka sediakan tidak halal. Kami berpindah ke restoran di blok sebelah dan ternyata yang punya orang jawa dan muslim, jadi aman.


Pukul 06,30 kami kembali ke bunibon lodge dan beberapa orang ternyata masih bersiap-siap sehingga kami masih punya waktu untuk menyeduh kopi. Beberapa anak sekolah yang sepertinya sedang jalan-jalan dan menginap di tempat yang sama meminta memfoto bersama. “mak cik, dari indonesiakah? Boleh lah minta foto? Macam di sinetron-sinetron lah ini” . Duh dek. Untung di kota asing.

Pukul 07.00 jemputan kami dari best borneo travel sudah datang. Setelah sedikit kerempongan dan foto-foto kami berangkat menuju kinabalu pukul 07.30.  


Karena kurang istirahat semalam, saya hanya sempat sebentar melihat-lihat kota dan segera tertidur. Cici yang sebelumnya berpelukan ke Ika berpindah kesebelah saya dan dengan nyamannya bersandar tidur di lengan saya. “Empuk ya ci?”,kata Ika.

Pukul 09.30 kami sampai di Head Quarter Taman Kinabalu. Setelah registrasi ulang, kami berpindah ke sebuah bus besar yang mengantarkan kami ke kaki jalur pendakian. Pukul 10.00 kami sampai di gerbang pendakian Timpohon gate lalu segera memulai pendakian setelah briefing singkat, berdoa bersama, dan tentu saja, foto-foto sebelum mendaki saat semua orang masih terlihat segar.

FYI, harga paket pendakian ini adalah 983 MYR/orang.  Hampir 3 juta rupiah. Mahal ya? Memang. Tapi setelah merasakan fasilitas-fasilitas di sepanjang perjalanan itu, saya rasa itu harga yang worth it (baca sini). Kami membeli paket ini melalui agen Best Borneo. Menurut mbak May, bakal lebih murah membeli di agen daripada langsung ke Head Quarter.  Fasilitas yang kami dapat untuk harga itu adalah : guide, penginapan, 5 kali makan (2 kali berupa ransum, dan 3 kali berupa makan ala prasmanan di laban rata), serta sertifikat. Penginapan? Iya. Gunung Kinabalu memiliki sebuah penginapan ala hostel di jalur pendakiannya pada ketinggian 3259 mdpl, yaitu penginapan Laban Rata. Di penginapan inilah para pendaki bermalam sebelum melanjutkan perjalanan ke puncak esok dini hari. Kebijakan pengelola tidak membolekan pendaki memasang tenda di sepanjang jalur pendakian sehingga semua pendaki harus menginap di penginapan ini. Jalur pendakian Kinabalu pun hanya satu akses, karena itu perijinan pendakian hanya bisa didapatkan dari head quarter ini. Oh iya, harga paket itu diluar biaya porter. Untuk biaya porter dikenai perkilogram barang. Untuk yang masih muda-muda saya rasa tidak harus menggunakan porter, karena toh barang yang harus dibawa hanyalah baju ganti dan jaket.

Suasana jalur pendakian Kinabalu ini seperti jalur pendakian gede lewat Cibodas, hanya saja dengan jalur yang lebih rapi. Tipikal hutan tropis dengan udara yang terasa lembab. Sepanjang jalur sudah dibuat undakan-undakan tangga untuk membantu pendaki. Beberapa undakan dibentuk secara alami menggunakan batu, dan sebagian lainnya dibentuk dengan potongan kayu atau besi. Untuk jalur-jalur yang memotong sungai sudah dibuatkan jembatan. Dari peta yang saya dapatkan, total panjang jalur pendakian adalah 8,5 km. 


Untuk hari pertama kami berjalan 6 km, yaitu hingga laban rata (3272 mdpl). Perjalanan hari kedua hanya berjarak 2,5 km tetapi merupakan bagian yang terberat karena dalam rentang 2,5 km itu kita harus menaiki ketinggian sekitar 800m.Rata-rata lama pendakian hari pertama ini adalah 6-8 jam.

Kilometer pertama,
Cici beberapa kali jalan sendiri loh :)
Dari gerbang hingga pos pertama, rombongan masih berjalan dengan irama yang sama, sehingga kami masih bisa beristirahat bersama di pos pertama. Kecuali mbak May yang berjalan bersama cici dan sudah berpesan dari awal untuk tidak ditunggui, karena takut merusak flow jalan yang lain. 

Dari pos pertama hingga selanjutnya, para peserta mulai berjalan dengan flow jalan masing-masing. Tapi masih berpapasan di tiap pos peristirahatan. Kecuali mbak May, mbak Citra, dan Ika yang berjalan selow di belakang membuat kloter sendiri ditemani seorang guide. Cici sendiri akhirnya digendong oleh porter. Karena berjalan dengan irama yang berbeda, rombongan datang berbeda-beda di Laban rata. Di kloter depan, saya dan dinna adalah yang berjalan paling belakang. Begitu  laban rata sudah mulai terlihat, Sekitar pukul 17.30, saya dan dinna malah memilih berhenti lama di jalur, berbaring di sebuah batu besar. Seperti biasa, bermalas-malasan, haha. A personal way of enjoying the trip. Kalo kata mbak H, "mendaki itu kayak meditasi, mana bisa ngerasain nikmatnya kalau buru-buru".

Pukul 18.00 kami segera menuju Laban rata dan mendapati teman-teman sudah berkumpul di meja makan, bahkan belum berganti pakaian. 

Di laban rata, makanan disajikan secara prasmanan. Untuk makan malam disajikan mulai pukul 17.00 hingga 19.30. Semacam siapa cepat dia dapat. Pukul 19.30 restoran sudah ditutup. Karenanya, para pendaki sudah harus sampai di Laban Rata sebelum pukul 19.30. Untungnya ketika kami datang makanan masih banyak. Khawatir pada kloter belakang yang masih belum sampai, kami menyisihkan makanan untuk mereka dan menyimpannya di kamar. (Tapi sepertinya ke khawatiran kami berlebihan, karena makanan yang kami simpan jumlahnya tidak rasional untuk 3 orang, bahkan untuk orang yang kelaparan sekalipun). 

Laban rata adalah bangunan yang terbuat dari kayu, terdiri atas 2 lantai. Dilantai satu terdapat beberapa kamar dan restoran. Diluar restoran terdapat beranda yang cukup besar dengan pemandangan disamping kiri adalah jalur batu menuju puncak kinabalu dan ke depan pemandangan terbuka kebawah.  Perfect place to catch the sunset. 

Kami mendapatkan satu kamar di lantai satu dan satu kamar di lantai dua. Untuk lantai satu kami mendapatkan kamar ekslusif dengan kamar mandi di dalam. Wohh.  Sayangnya saya terlambat datang, karena ternyata stok air panasnya tebatas. Dan akhirnya saya nekat mandi dengan air dingin malam itu (kapan lagi coba mandi di 3272 mdpl?). Tidak usah saya ceritakan rasanya seperti apa.

Pukul 7 kloter kedua datang, Alhamdulillah rombongan sudah lengkap.  Pukul delapan semua orang segera berganti pakaian dengan pakaian tidur.  Para guide mengajak kami briefing singkat sebentar sebelum tidur. Perjalanan besok hari akan dimulai pukul tiga, dan kami akan dibangunkan pukul dua. Para guide menegaskan bahwa ada check point untuk pendakian menuju puncak ini. Dan jika  ada yang tidak sampai di cek point sebelum waktu yang ditentukan, mau tidak mau kami harus turun.  Kami mengiyakan. Mbak May yang membawa cici menyampaikan bahwa dia hanya akan naik sampai semampunya cici. Juga Ika yang sedang bermasalah dengan tulang belakangnya.

Pukul Sembilan kami segera menuju kamar untuk beristirahat. Pertama kali seumur hidup saya merasakan makan enak sampai kenyang, tidur nyaman dikamar dengan kasur dan selimut, dan listrik sebelum pendakian menuju puncak.

(bersambung)

Tulisan sebelumya pada "Catatan Perjalanan Kinabalu (Hari Pertama)"

Tidak ada komentar: