Senin, 25 Maret 2013

Sudah kubilang padamu, jangan percaya pada hujan

Aku hujan
Yang selalu membuatmu tergoda dengan tarian pelan-pelanku
Melenggok anggun 
Menatapmu dari ujung kelopakku
Dan aku mengerti betapa kamu kedinginan
Karenanya kuundang kamu berdansa, dan memelukku, dan mengecupku

Dan tiap kali kamu akan mengecupku
Aku lalu berderai, menjadi butir
Mengalir,
Di helai-helai rambutmu
Dipelupuk matamu
Disela-sela jarimu

Kamu hujan
Yang selalu menggodaku setiap turunmu
Lalu kamu menari dengan langkah-langkah perkasamu
Menatapku dari ujung kelopakmu
Dan kamu ucap, "apakah kamu kedinginan?"
Lalu kamu mengundangku berdansa, untuk memelukmu, dan mengecupmu

Tapi tiap kali aku akan mengecupmu
Kamu lalu berderai, menjadi butir
Dan mengalir
Di helai-helai rambutku
Dipelupuk mataku
Disela-sela jariku


P.S : 
Jangan percaya pada apapun yang muncul dihatimu saat hujan tiba,
jangan.

P.P.S :
Writing a poem isn't as easy as it used to be.Guess I spending too much time with bunch of hexanumbers.I'm enjoying being The Now Me, but sometimes, I couldn't help miss The Old Me. Life always happen like that,eh?

2 komentar:

Dinna Tazkiana mengatakan...

Hey, you write a poem again! Where have you been?

Maria Ulfa mengatakan...

Got trap in a field of logics.
No falling in love, no broken heart :p